Bagaimana ucapan selamat pada
Hari Raya Idul Fitri yang benar?
Dari minal aidin wal faizin sampai ke taqobbalallahu minna wa minkum
a) Minal ‘Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir
dan Batin
Ucapan yang tersebar di Indonesia,
“Minal aidin wal faizin.” Ucapan ini tidak diriwayatkan dari para sahabat
maupun ulama setelahnya. Ini hanyalah ucapan penyair di masa periode
Al-Andalusi, yang bernama “Shafiyuddin Al-Huli”, ketika dia membawakan syair
yang konteksnya mengkisahkan dendang wanita di hari raya. (Dawawin Asy-Syi’ri
Al-‘Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182)
“Minal ‘Aidin wal Faizin” Arti dari ucapan
tersebut adalah “Kita kembali dan meraih kemenangan”. Ini suatu kalimat yang
rancu. Kita mau kembali ke mana? Apa pada ketaatan atau maksiat? Jika
mengandung dua makna seperti ini hendaknya ditinggalkan.
Satu hal lagi yang mesti
dipahami, makna “Minal ‘Aidin wal Faizin” adalah sebagaimana yang kami sebutkan
di atas. Dan bukan maknanya adalah “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Setiap kali
ada yang ucapkan “Minal ‘Aidin wal Faizin” lantas diikuti dengan kalimat “Mohon
Maaf Lahir dan Batin”. Dikira artinya adalah kalimat selanjutnya. Ini sungguh
keliru. Ini pemahaman orang yang tidak paham bahasa Arab. Semestinya hal ini
diluruskan. Makna kalimat “Minal ‘Aidin wal Faizin” adalah “Kita kembali dan
meraih kemenangan”. Namun sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna
kalimat ini keliru. Sehingga sudah sepantasnya kita hindari.
Mohon Maaf Lahir Batin
Satu catatan pula yang mesti
diperhatikan, tidak ada pengkhususan di Idul Fithri untuk saling maaf
memaafkan. Semacam sering kita dengar tersebar ucapan “Mohon Maaf Lahir dan
Batin” saat Idul Fithri. Seolah-olah saat Idul Fithri hanya khusus dengan ucapan
semacam itu. Ini sungguh salah kaprah. Idul Fithri bukanlah waktu khusus untuk
saling maaf memaafkan. Waktu untuk saling memohon maaf itu luas. Ketika berbuat
salah, langsung meminta maaf, itulah yang tepat. Tidak mesti di saat Idul
Fithri. Karena jika dikhususkan seperti ini harus butuh dalil dari Al Qur’an
dan Al Hadits. Buktinya, tidak ada satu dalil yang menunjukkan seperti ini.
b) Taqobbalallahu
minna wa minkum
Lafal ucapan selamat Idul Fitri
yang disarankan para ulama
Dari Jubair bin Nufair; beliau
mengatakan, “Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila
saling bertemu pada hari raya (Idul Fithri atau Idul Adha, pen) saling
mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga
Allah menerima amal kami dan amal kalian). (Sanadnya hasan; Fathul Bari, 2:446)
Ibnu habib mengatakan, “Yang
semisal dengan ini adalah ucapan sebagian orang ketika id,
مُبَارَكٌ عِيدٌ
(Id yang diberkahi), أَحْيَاكُمُ (Semoga Allah memberi keselamatan
bagimu), dan semisalnya. Tidak diragukan, bahwa ini semua diperbolehkan.”
(Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244)
Imam Malik ditanya tentang ucapan
seseorang kepada temannya di hari raya, “Taqabbalallahu minna wa minkum,” atau
“Ghafarallahu lana wa laka.” Beliau menjawab, “Saya tidak mengenalnya dan tidak
mengingkarinya.” (At-Taj wal Iklil, 2:301)
Syekhul Islam mengatakan, sebagai
jawaban atas pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, “Ucapan selamat di hari
raya antara satu sama lain setelah shalat id (taqabbalallahu minna wa minkum
atau ahalallahu ‘alaika dan semacamnya) maka ucapan ini diriwayatkan dari
beberapa sahabat bahwa mereka melakukannya. Sebagian ulama, seperti: Imam Ahmad
dan yang lainnya, juga memberi keringanan ….” (Majmu’ Fatawa, 5:430)
c) Hukum mengucapkan selamat hari raya
Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat hari raya? Lalu
adakah ucapan tertentu kala itu?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Ucapan selamat ketika hari raya ‘ied dibolehkan. Tidak ada ucapan tertentu
saat itu. Apa yang biasa diucapkan manusia dibolehkan selama di dalamnya tidak
mengandung kesalahan (dosa).”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah ditanya, “Apa hukum jabat tangan, saling berpelukan dan saling
mengucapkann selamat setelah shalat ‘ied?”
Syaikh rahimahullah menjawab,
“Perbuatan itu semua dibolehkan. Karena orang-orang tidaklah menjadikannya
sebagai ibadah dan bentuk pendekatan diri pada Allah. Ini hanyalah dilakukan
dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Selama itu
hanyalah adat (kebiasaan) yang tidak ada dalil yang melarangnya, maka itu
asalnya boleh. Sebagaimana para ulama katakan, ‘Hukum asal segala sesuatu
adalah boleh. Sedangkan ibadah itu terlarang dilakukan kecuali jika sudah ada
petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya”
Dari penjelasan di atas, berarti
ucapan selamat hari raya bisa dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum”, “Selamat
Hari Raya”, dan lainnya. Ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” pun tidak
dikhususkan saat Idul Fithri, ketika Idul Adha dianjurkan ucapan semacam ini
sebagaimana kita dapat melihat dalam penjelasan berbagai riwayat di atas.
Sumber:
1 1) Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dalam Artikel www.muslim.or.id