1. Hikmahnya
Allah mewajibkan puasa kepada kita sebagaimana telah mewajibkannya
kepada orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab, Allah
berfirman (yang artinya): “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan
atas kamu puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian
agar kalian bertaqwa.” (QS Al Baqarah: 183).
Waktu dan hukum yang diwajibkan atas Ahlul Kitab adalahi tidak boleh
makan, minum, dan jima’ setelah tidur, artinya jika tertidur, maka tidak
boleh makan sampai malam berikutnya. Hal itu ditetapkan juga untuk kaum
muslimin, sebagaimana telah dijelaskan. Maka ketika hukum tersebut
dihapuskan, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
umatnya makan sahur untuk membedakannya dengan puasa Ahlul Kitab.
Dari ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda (yang artinya), “Pembeda antara puasa kita dengan
puasanya Ahlul Kitab adalah makan sahur.” (HR Muslim 1096).
2. Keutamaannya
a. Sahur Barokah
Dari Salman radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya), “Barokah ada pada tiga perkara: Jama’ah,
Tsarid, dan makan sahur.” (HR Thabrani, Abu Nu’aim).
Dari Abdullah bin Al Harits dari seorang shahabat Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Aku masuk menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika dia makan sahur, beliau berkata, “Sesungguhnya
makan sahur adalah barokah yang Allah berikan pada kalian maka janganlah
kalian tinggalkan.” (HR An Nasaa`i dan Ahmad).
Keberadaan sahur sebagai barokah sangatlah jelas, karena dengan makan
sahur berarti mengikuti sunnah, menumbuhkan semangat serta meringankan
beban yang berat bagi yang berpuasa, dalam makan sahur juga menyelisihi
Ahlul Kitab karena mereka tidak melakukan makan sahur. Oleh karena itu
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamainya makan pagi yang
diberkahi sebagaimana dalam dua hadits Al Irbadh bin Sariyah dan Abi
Darda` radhiyallahu ‘anhuma, “Marilah menuju makan pagi yang diberkahi,
yakni sahur.”
b. Allah dan MalaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sahur itu makanan yang
barokah, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meneguk seteguk
air, karena Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang
sahur.”
Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala
yang besar ini dari Rabb yang Maha Pengasih. Dan sahurnya seorang mukmin
yang paling afdhal adalah korma.
Bersabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya),
“Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah korma.” (HR Abu Dawud, Ibnu
Hibban, Baihaqi).
Barangsiapa yang tidak menemukan korma, hendaknya bersungguh-sungguh
untuk sahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena fadhilah
(keutamaan) yang disebutkan tadi, dan karena sabda Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Makan sahurlah kalian
walau dengan seteguk air.”
3. Mengakhirkan Sahur
Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar, karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu
melakukan sahur, ketika selesai makan sahur Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bangkit untuk sholat subuh, dan jarak (selang waktu) antara sahur
dan masuknya shalat kira-kira lamanya seseorang membaca lima puluh ayat
di Kitabullah.
Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit
radhiyallahu ‘anhu, “Kami makan sahur bersama Rosulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat, aku tanyakan (kata Anas):
Berapa lama jarak antara adzan dan sahur? Beliau menjawab, “Kira-kira 50
ayat membaca Al Qur’an.” (HR Bukhari Muslim).
4. Hukumnya
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya -dengan
perintah yang sangat ditekankan. Beliau bersabda (yang artinya),
“Barangsiapa yang mau berpuasa hendaklah sahur dengan sesuatu.” (HR Ibnu
Abi Syaibah, Ahmad, Abu Ya’la, Al Bazzar). Dan bersabda (yang artinya),
“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barokah.” (HR Bukhari
Muslim).
Perintah nabi ini sangat ditekankan anjurannya, hal ini terlihat dari tiga sisi:
Perintah untuk makan sahur.
Sahur adalah syiarnya puasa seorang muslim, dan pembeda antara puasa kita dan puasa ahlul kitab.
Larangan meninggalkan sahur.
Inilah qarinah yang kuat dan dalil yang jelas. Walaupun demikian, Al
Hafizh Ibnu Hajar menukilkan dalam kitabnya Fathul Bari (4/139) ijma’
atas sunnahnya. Wallahu a’lam.
BERBUKA
1. Kapan orang yang berpuasa berbuka?
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.”
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkannya dengan
datangnya malam dan perginya siang serta sembunyinya bundaran matahari.
Syaikh Abdur Razzaq telah meriwayatkan dalam Mushannaf (7591) dengan
sanad yang dishahihkan oleh Al Hafizh dalam Fathul Bari (4/199) dan Al
Haitsami dalam Majma Zawaid (3/154) dari Amr bin Maimun Al Audi, “Para
shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang
paling bersegera dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam sahur.”
2. Menyegerakan berbuka
Wahai saudaraku seiman, wajib atasmu berbuka ketika matahari telah
terbenam, janganlah dihiraukan rona merah yang masih terlihat di ufuk,
dengan ini berarti engkau mengikuti sunnah Rosulmu shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan menyelisihi Yahudi dan Nashara, karena mereka
mengakhirkan berbuka hingga terbitnya bintang.
Menyegerakan berbuka menghasilkan kebaikan. Dari Sahl bin Sa’ad
radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(yang artinya), “Manusia akan terus dalam kebaikan selama menyegerakan
buka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Menyegerakan buka adalah sunnah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda(yang artinya), “Umatku akan terus dalam
sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka (puasa).”
(HR Ibnu Hibban).
Menyegerakan buka berarti menyelisihi Yahudi dan Nashara. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya), “Agama ini akan terus jaya selama menyegerakan
buka, karena orang Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.” (HR Abu Dawud,
Ibnu Hibban).
Berbuka sebelum shalat maghrib. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbuka sebelum shalat maghrib (HR Ahmad, Abu Dawud), karena
menyegerakan berbuka termasuk akhlaknya para Nabi. Dari Abu Darda`
radhiyallahu ‘anhu, “Tiga perkara yang merupakan akhlak para nabi:
menyegerakan buka, mengakhirkan sahur, meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri dalam shalat.” (HR Thabrani).
3. Berbuka dengan apa?
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berbuka dengan
kurma, kalau tidak ada dengan air, ini termasuk kesempurnaan kasih
sayang dan semangatnya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk
kebaikan) umatnya dan dalam menasehati mereka. Allah berfirman (yang
artinya), “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari bangsa
kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan kebahagiaanmu), terhadap orang-orang mukmin ia amat
pengasih lagi penyayang.” (QS At Taubah: 128).
Dengan memberi sesuatu yang manis (kurma) pada perut yang kosong,
maka tubuh akan lebih siap menerima dan mendapatkan manfaatnya, terutama
tubuh yang sehat, akan bertambah kuat dengannya. Dan bahwasanya puasa
itu menghasilkan keringnya tubuh, maka air akan membasahinya, hingga
sempurnalah manfaat makanan.
Dan ketahuilah, bahwa kurma itu memiliki barakah dan kekhususan
-demikian pula air- memiliki efek yang positif terhadap hati dan
mensucikannya, tiada yang mengetahuinya, kecuali orang-orang yang
ittiba’ / mengikuti.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum
shalat, jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika
tidak ada kurma, beliau minum dengan satu tegukan air.” (HR Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Khuzaimah).
4. Apa yang Diucapkan ketika Berbuka?
Ketahuilah saudaraku yang berpuasa -semoga Allah memberikan taufik
kepada kami dan Anda untuk selalu mengikuti sunnah Nabi kita shallallahu
‘alaihi wa sallam-, sungguh engkau memiliki do’a yang mustajab, maka
ambillah kesempatan itu dan berdo’alah kepada Allah sedang engkau merasa
yakin akan dikabulkan -ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan
mengabulkan do’a dari hati yang lalai lagi main-main- berdo’alah
kepadaNya sesuatu yang engkau inginkan dengan do’a-do’a yang baik,
semoga engkau mendapatkan dua kebaikan di dunia dan akhirat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Ada tiga orang yang tidak akan tertolak do’a mereka: seorang
yang puasa ketika sedang berbuka, seorang imam yang adil, dan do’a
seorang yang terzholimi.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
Dan dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash berkata, Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sungguh bagi
orang yang berpuasa itu memiliki do’a yang tidak akan tertolak ketika
berhias.” (HR Ibnu Majah, Al Hakim).
5. Memberi Makan Orang yang Berpuasa
Dan hendaklah engkau bersemangat, wahai saudaraku -semoga Allah
memberi berkah dan taufikNya kepadamu sehingga mampu mengamalkan
kebaikan dan ketaqwaan- (yaitu) bila engkau memberi makan kepada orang
puasa, maka padanya terdapat pahala yang agung serta kebaikan yang
melimpah ruah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Barangsiapa memberi makan seorang yang berpuasa, ia
mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi
sedikitpun pahalanya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dan apabila seorang muslim yang sedang berpuasa diundang makan, wajib
baginya untuk memenuhi undangan tersebut. Karena barangsiapa yang tidak
memenuhi undangan, maka sungguh ia telah mendurhakai Abul Qasim
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan disukai bagi yang diundang (makan) untuk mendo’akan kebaikan
kepada si pengundang setelah selesai makan, sebagaimana telah datang
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam do’a yang bermacam-macam, di
antaranya:
“Orang-orang yang baik telah makan makananmu dan para malaikat telah
bershalawat kepadamu serta orang-orang yang berpuasa telah berbuka di
rumahmu.” (HR Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An Nasa`i, dan yang lainnya).
“Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi makan kepadaku dan
berilah minum orang yang telah memberi minum kepadaku.” (HR Muslim dari
Al Miqdad).
“Ya Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah
terhadap apa yang telah Engkau rizkikan kepada mereka.” (HR Muslim dari
Abdullah bin Busr).
Judul Asli:
“Sahur dan Berbuka Puasa Menurut Sunnah Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam”
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-1 Tahun ke-2 / 14 November 2003 M / 19 Ramadhan 1424 H
http://ghuroba.blogsome.com/
Dikutip dari: http://www.darussalaf.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar